Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), Jamal Wiwoho, menyatakan kebijakan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa yang terdampak pandemi virus korona (covid-19) diserahkan ke pimpinan perguruan tinggi. Bentuk kebijakan mengacu peraturan yang berlaku.
Jamal menjelaskan, Pasal 6 Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi (Permendikti) Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perubahan UKT mengatur keringanan pembiayaan kuliah bisa dengan bentuk pembebasan sementara, pengurangan, pergeseran klaster, pembayaran secara angsur, dan penundaan pembayaran UKT.
“Diserahkan sepenuhnya kepada pimpinan perguruan tinggi,” kata Jamal dalam konferensi video, Jakarta, Selasa, 5 Mei 2020. Harapannya, kata dia, kebijakan UKT ini nantinya tidak mengganggu penyelenggaraan proses pembelajaran di perguruan tinggi. Apalagi, dampak covid-19 ini tidak hanya harga teko listrik dirasakan oleh mahasiswa, tetapi juga sivitas akademika lain, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan pengelolaan perguruan tinggi secara umum.
“Diharapkan tidak mengganggu penyelenggaraan proses pembelajaran di perguruan tinggi dengan berbagai aktivitas pendukungnya,” terang rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) ini.
Ia memaparkan, mahasiswa dapat mengajukan keringanan UKT ke dekan, yang kemudian diteruskan kepada rektor untuk verifikasi, dan persetujuan. Paling penting, kata Jamal, menyertakan data pokok.
Data pokok ini berkaitan dengan kondisi ekonomi keluarga yang sedang dialami. Contohnya, orang tua kena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan untuk sementara. Apabila orang tua di PHK, bisa membawa surat keterangan dari tempat orang tuanya bekerja.
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono juga menegaskan pentingnya data pokok sebagai bukti pendukung ketika mengajukan keringanan UKT.
“Bagi yang memiliki orang tua PNS, namun sudah pensiun, bisa menunjukkan bukti bahwa orang tuanya sudah pensiun,” kata Panut.